YANG TERSISA DI INDONESIA
"hanya siswa dan guru"
Pendahuluan
"Siswa dan Guru"
yang berkwalitas satu-satunya harapan masa depan Indonesia.
Sejak jatuhnya rezim Soeharto sudah 3 Presiden memimpin Indonesia,
4 dengan SBY. Akan tetapi harapan terwujudnya masyarakat Indonesia yang makmur, adil,
beradab dan berpendidikan sesuai maksud yang terkandung dalam pembukaan UUD 45
rasanya semakin sulit terwujud.
Era Reformasi hanya lebih banyak
menjanjikan harapan yang enak didengar oleh telinga dan menjadi bahan angan-angan
yang tak berkesudahan.
Krisis Indonesia menjadi semakin komplek
dan sempurna karena Sistem Pendidikan Nasional yang tidak dapat menjawab kebutuhan
dasar bangsa Indonesia dan kemampuan untuk bersaing secara global. Sementara
itu perbaikan sistem pendidikan hanya berkisar pada persoalan yang sebenarnya
bukanlah persoalan pokok, dan lebih pada setumpuk harapan yang bahan pokoknya
tidak tersentuh sama sekali.
Ironis karena pada saat yang bersamaan
Pemerintah menginginkan peningkatan mutu pendidikan yang signifikan, sementara
itu usaha perbaikan pendidikan di Indonesia ibarat bangunan hanya memperbarui
CAT dan INTERIOR padahal sebenarnya yang rapuh adalah fondasi dan model
bangunan yang telah ketinggalan.
Hiroshima dan Nagasaki Jepang ketika
hancur oleh bom tentara sekutu, pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh Kaisar
Jepang saat itu adalah "berapa jumlah guru yang tersisa"
?. inilah sebenarnya yang kemudian menjadikan Jepang EKSIS dalam bidang pengembangan
ilmu dan teknologi saat ini.
Persoalan pendidikan di Indonesia yang paling
mendasar adalah bagaimana menyiapkan generasi muda yang betul-betul berkwalitas
lahir dan bathin, dalam arti lain memiliki kompetensi yang memadai untuk
menjadi masyarakat yang modern, kritis, kreatif, menguasai ilmu dan teknologi
(dan penerapannya) serta memliki loyalitas yang tinggi terhadap Negara dan Agamanya,
memiliki keunggulan untuk bersaing secara global dalam pergaulan dunia, inlah
sebenarnya yang disebut Pancasilais.
Persoalan ini hanya mampu dijawab oleh penataan pendidikan yang
komprehensif dan sistem pendidikan yang unggul. Dalam kaitan ini yang paling
esensial adalah menyiapkan tenaga pendidik sejak dini sehingga pada gilirannya
nanti akan tersedia SDM yang memiliki keunggulan intelektual, inovatif dan
memiliki semangt dan kreatifitas yang tinggi dalam kegiatan belajar mengajar.
Penyiapan
SDM "Guru & Dosen" yang berkwalitas
Pemerintah saat ini dengan kurikulum KTSP
nya (yang kabarnya akan akan muncul lagi kurikulum 2013) telah mengambil
langkah-langkah nyata, akan tetapi sayang masih belum menyentuh akar
permasalahan. Sebab dengan bekal kemampuan dasar "maaf" guru/dosen
yang tidak di atas rata-rata (sebagian besar ?) sungguh sangat sulit mengharapkan
perubahan yang signifikan.
Fakta yang bisa diungkap adalah lulusan SMA
(SMAN 1 Jember) yang memilih untuk melanjutkan di PT jurusan kependidikan sangat
sedikit yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, umumnya dari mereka yang
memiliki prestasi gemilang selama di SMA justru memilih jurusan teknik dan
kedokteran. Bila demikian yang terjadi sungguh sangat mudah untuk diprediksi.
Mereka tidak memilih kuliah jurusan kependidikan karena alasan yang sangat
rasional, yaitu masa depan “guru” kurang menjanjikan.
Dalam kaitan ini sebenarnya sangat jelas bahwa tidak mungkin “Mereka” akan
memilih mejadi guru bila kondisi sosial ekonomi guru seperti yang ada sekarang
ini. Realistis mustahil.
Tersedianya tenaga Kependidikan “Guru / Dosen” yang berkompeten
dibidangnya serta memiliki keunggulan di atas rata-rata, sunguh merupakan prioritas
pertama dan utama dari pembangunan Indonesia kedepan.
Data siswa berprestasi (peringkat 1 sd 10) siswa SMAN 1 Jember rata-rata
dari mereka melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tnggi non Keguruan. UI, UGM,
UNAIR, UNIBRAW (jurusan non kependidikan) ITB, IPB, ITS dan STAN menjadi
pavorit siswa SMA Negeri 1 Jember dalam peringkat ini.
Sertifikasi Guru
Lagi-lagi hal ini merupakan langkah
pemerintah yang justru semakin menjauh dari tercapainya program peningkatan
mutu pendidikan di Indonesia, ada beberapa alasan yang ingin saya kemukakan
disini :
1. Dengan sertifikasi yang
hanya mengandalkan data administrasi dan portopolio sama-sekali tidak
signifikan terhadap peningkatan kompetensi guru. Sertifikasi hanya lebih
berorientasi kepada kesejahteraan guru, bila ini tujuannya alangkah lebih
baiknya para guru langsung saja mendapatkan tambahan tunjangan
kesejahteraan. Cara ini lebih praktis, murah dan efisien tanpa harus
mengeluarkan tambahan biaya misalnya untuk biaya asesor yang kabarnya mencapai
2 juta rupiah perportopolio, bila ini betul maka untuk biaya penelitian berkas
portopolio saja bisa menghabiskan dana ratusan milyar rupiah.
2. Dengan kondisi guru
yang ada sekarang, setelah mereka lulus sertifikasi mereka dihadapkan dengan
setumpuk tugas berat yang disertai ancaman (hiden) tppnya tidak akan cair bila
tidak begini dan tidak begitu, sementara kondisi guru yang ada sangat kesulitan
untuk melakukan itu. terutama yang terkait dengan pengumpulan poin pengembangan
guru ( keikut sertaan dalam seminar dan karya ilmiah).
3. Bila cara sertifikasi
ini diteruskan, maka sampai kapan hal ini akan berakhir, sementara itu
guru-guru baru akan terus bertambah dengan kompetensi yang sama seperti
para guru yang sudah ada.
Lembaga Pencetak tenaga
Kependidikan “Guru / Dosen”
Ini merupakan langkah darurat yang harus
segera direalisasikan, bila bangsa indonesia masih berharap mampu bersaing
secara global. Ingat di Asia saja negara kita tercinta ini masih dibawah Malaysia,
India dan Vetnam.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan :
1. Membuka sekolah
khusus (SPG = Sekolah Persiapan Guru) (setingkat SMA) yang hanya menerima siwa
yang memiliki keunggulan akademik, untuk tahap pertama bisa dengan ikatan
dinas.
2. Siapkan Lembaga yang
nantinya akan menjadi penerima siswa dari SPG tersebut.
3. Tenaga pengajar
(dosen) pada lembaga tersebut harus betul-betul pilihan.
4.
Pastikan
secara konkrit bahwa calon guru tersebut setelah selesai kuliah akan mendapat
fasilitas yang mamadai. Bahwa mereka tidak perlu lagi mencari tambahan
penghasilan di luar tugasnya, sehingga mereka betul-betul fokus dan konsen
terhadap tugasnya sebagai guru.
Ingat, bahwa pepatah yang menyatakan bahwa “guru merupakan pahlawan tanpa
tanda jasa” sudah tidak menarik lagi didengar oleh generasi muda,
rata-rata dari mereka relistis dan fragmatis.
Penutup
Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang
menjadikan “PENDIDIKAN” sebagai prioritas utama dan pertama. Mustahil
bangsa Indonesia akan mampu menyelesaikan krisis yang berkepanjangan bila tetap
mengabaikan peningkatan mutu pendidikan.
drs.
noer faqih arsyi ys.
guru
agama Islam SMAN 1 Jember
Data pribadi :
Nama Lengkap : drs. noer faqih arsyi yusuf
Agama :
Islam
Tempat, tgl lahir : Situbondo Jawa Timur, 14 Agustus 1959
Alamat :
Jl. KH. Siddiq 041 Jember.
Pekerjaan
: Guru
Agama Islam SMAN 1 Jember, Ketua Tim
Perencana dan Pengembangan SMA Negeri 1
Jember
Pendidikan : SDN 1 Mangaran Sirubondo
MI Fahus Salafi (sore)
PGAN 4 Tahun Situbodo
PGAN 6 Tahun Jember
Fak. Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Jember (BA)
S 1 FKIP Jurusan BK, Universitas Moch. Sroeji
Jember.
PPI As Shiddiqi Putera Jember
Istri :
Ken Ismi Asiati Afrik Rozana
Tempat, tgl lahir : Jember, 21 Maret 1965
Anak :
1. M. Fihris Balada Billah (L) 24 th. Mahasiswa Fak
Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan Univ Jember
2. M. Ulin Nuha (L) 17 th. Kls XII SMAN 1 Jember (IS)
3. M. Nadhief Musytaqi (L) 10
th. Kls 5 MI
Pengalaman Organisasi : 1. Ketua PMII Rayon Fak. Tarbiyah IAIN Jember
2. Wakil Ketua Senat Mahasiswa
3. Ketua MGMP PAI Kabupaten Jember
4.
Sekretaris RMI (Ikatan Podok Pesantren Indonesia)
Cabang Jember
No comments:
Post a Comment